Thursday, December 5, 2019

PISA dan Reading Passport


Hari-hari dalam minggu ini, saya disibukkan dengan permintaan stempel (pengesahan) Reading Passport dan tanda tangan lembar persyaratan mengikuti PAS (Penilaian Akhir Semester). Semacam orang pentinglah minggu ini…😎
Sepintas memberi stempel buku Reading Passport seperti pekerjaan sepele yang bisa dilakukan oleh siapa saja. But I take it seriously. Reading passport ini merupakan perwujudan target membaca yang harus dicapai siswa di sekolah kami dalam satu semester. Tidak banyak, hanya 5 buku yang minimal harus dibaca dan dibuatkan reviewnya. Tapi biasalah anak2, segala sesuatunya baru dikerjakan di akhir waktu (kayak saya juga sih…😄). Jadi mereka seperti orang yang sibuk mengerjakan banyak hal (tugas2) agar bisa dapat kartu peserta PAS.  Membuat review pun banyak yang dilakukan asal-asalan, sekedar menggugurkan kewajiban.

Tahun ini, saya menolak beberapa review yang dibuat terlalu asal-asalan. Ada review yang hanya dibuat dengan satu kata: Mantul. Ada review yang tulisannya tak terbaca. Ada yang sepertinya sampai ¼ halaman tapi sebenarnya tulisannya saja yang dibuat besar-besar. Tapi ada pula yang membuatnya dalam 1 halaman penuh dengan tulisan yang kecil-kecil pula. Kelas 7 masih banyak yang mengikuti permintaan saya untuk menggunakan teknik Fishbone dan paragraf AIH dalam penulisan review nya.

Beberapa siswa yang saya tahu pembaca buku beneran (agak addict reader) , juga ternyata tidak bisa membuat review buku sesuai harapan. Ada yang bilang tidak tahu bagaimana caranya, ada yang simply too lazy to do it. Atau menganggapnya tidak penting.  Ada siswa yang saya tahu mampu membaca novel seri berbahasa Inggris, seluruh seri (10 jilid), tapi ternyata hanya membuat review dengan beberapa kata saja.

Saya sungguh prihatin. Apalagi saat ini juga sedang hangat dibicarakan hasil PISA Indonesia yang bukannya menunjukkan hasil yang tidak menggembirakan. Boleh dibilang upaya penerapan GLS, belum berhasil meningkatkan nilai PISA terutama dalam kemampuan membaca siswa. Melihat review yang dibuat siswa, tidak heran saya kalo nilai PISA kita jeblok seperti itu. Saya juga kagum dengan hasilnya yang menurut saya bisa mewakili kondisi Indonesia secara keseluruhan. Bayangkan, siswa kami tidak ada yang jadi sampel tes PISA tersebut tapi hasilnya kurang lebih sama (dalam hal membaca, untuk yang lain saya tidak bisa menilai).

Sebenarnya sekolah kami sudah berada di "jalan yang benar" dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca. Kami menetapkan target dan membuat sistem yang memaksa target itu harus terlaksana. Namun dalam pelaksanaanya, saya kadang merasa sendirian. Sekolah membuat target yang lebih tinggi setelah melihat evaluasi pelaksanaan Reading passport di tahun sebelumnya. Tapi ternyata pada pelaksanaannya tidak ada yang mendukung. Seharusnya ini jadi concern Guru bahasa (Indonesia) tapi ternyata review yang jauh dari target tetap diterima. Tidak juga ada upaya memotivasi siswa untuk membaca dan mengerjakan ini sejak awal (tidak di akhir-akhir waktu seperti ini). Dan entah apakah diperiksa atau tidak isinya.

Jadi maaf saja ya anak-anak kalau saya  tidak dengan mudah meloloskan reviw yang kalian buat. Kalo saya terima saja, kapan kita akan jadi lebih baik? Kalian pasti bisa lebih baik, Cuma cenderung mau gampang aja. Tugas kami membuat kalian mencapai potensi terbaik kalian. Literasi itu basic skill yang membuka pintu untuk keterampilan lain yang diperlukan untuk bisa bertahan di abad ini.

Tuesday, April 21, 2015

Buku yang dibaca Guru-guru Al Kausar

Berikut adalah buku-buku yang dibaca para guru Al Kausar dalam rangka Read-a-thon.

Supersemar Palsu

Benarkah Adam manusia pertama?

Strategi Pendidikan Negara Khalifah

Konsepsi Pendidikan Qur'ani

Al Qur'an sumber segala disiplin ilmu

Al Ghazali dari Indonesia

Hitam dibalik putih

Ensiklopedia Ilmiah dalam Al Qur'an

MengIslamkan Nalar

Filsafat Ilmu

Islamisasi Ilmu

Kiat membaca 1 halaman/detik

Pustaka pintar sejarah

Mutiara Hikmah Ali bin Abi Thalib

Hukum MLM

PT dalam hukum Islam

125 Ilmuwan Muslim

Detik-detik terakhir kehidupan Rasulullah

Zionisme

Hukum dana talangan haji

Berkebun Emas

Hukum Bisnis Franchise

Tokoh bangsa

History of earth

Menjadi pembicara hebat

Biografi Ibnu Khaldun

Konsensus tentang Dasar Negara

Api sejarah 2

Api sejarah 1

Islamisasi Sejarah

Puasa bukan hanya saat Ramadhan

Assalamu'alaikum, Beijing

Misteri di Styles

Filosofi dan Makna Ritual Haji

Mindset Kurikulum 2013

Muridku Guru terbaikku

Mimbar hidayah

Senyum Nabi, Canda Kyai

Read-a-thon

Dalam rangka merayakan hari Buku se-Dunia atau World Book and Copyright Day, Perpustakaan Al Kausar akan mengadakan Read-a-thon. Ini adalah kompetisi membaca antar kelas (untuk siswa) dan antar guru.

Untuk siswa, setiap murid dapat membaca buku apa saja yang disukainya, baik fiksi maupun non-fiksi. Bisa buku perpustakaan atau koleksi pribadi. Setelah membaca, siswa diminta mengisi Reading response sheet dan mengumpulkannya ke perpustakaan. Perpustakaan akan menghitung secara keseluruhan jumlah halaman yang dibaca oleh siswa per kelas. Setiap minggu jumlah ini diperbarui dan diumumkan, sehingga siswa bisa melihat kelas mana yang untuk sementara membaca paling banyak. Di akhir masa kompetisi, akan dihitung keseluruhannya dan diberi nilai. Buku non akan fiksi akan mendapatkan nilai lebih dibandingkan buku fiksi.

Sama halnya dengan murid, guru diharapkan membaca buku sebanyak mungkin dalam periode waktu yang ditentukan. Setelah membaca, guru diminta membuat posting di blog atau note di akun sosial medianya masing-masing tentang buku yang dibacanya. Posting tersebut di-link kesini  atau dengan men-tag Page FB Perpustakaan yaitu, Alkausar Library (@Alkausar Library)

Masa kompetisi mulai tanggal 24 April hingga 20 Mei 2015.

Ayo membaca!

Thursday, April 2, 2015

Global Collaborative Project "If You Learned Here"

Kolaborasi adalah salah satu cara pembelajaran yang sedang menjadi tren saat ini. Pembelajaran ini mensyarakatkan kerjasama untuk mencapai tujuan pembalajaran. Menurut Vygotsky sebagaimana dikutip oleh Dooly, siswa menampilkan tingkat kemampuat intelektual yang lebih pada situasi kolaboratif dibandingkan dalam situasi individual. Keberagaman anggota kelompok menambah kontribusi positif terhadap proses belajar.
Saat ini sedang berlangsung sebuah proyek kolaborasi global yang diprakarsai oleh seorang pustakawan sekolah di Amerika Serikat. Proyek ini berlangsung secara online menggunakan aplikasi web. Pesertanya terdiri dari lebih dari 50 sekolah dari berbagai negara seperti Romania, Qatar, India, Korea, China, New Zealand dan Indonesia. Alkausar diminta untuk berpartisipasi dalam proyek ini. Tawan ini disambut dengan baik. Beberapa murid kelas 7 dibawah bimbingan guru Bahasa Inggris, Bu Arty, terlibat dalam proyek ini dengan difasilitasi oleh Perpustakaan Internat Al Kausar.
Proyek ini terinspirasi dari buku “If You Lived Here” karya Giles Laroche. Dalam proyek ini, siswa dari berbagai negara saling berbagai informasi tentang kehidupan mereka di sekolah.  Proyek ini berlangsung selama beberapa minggu. Tiap minggu ada topik tertentu yang dibahas. Dalam minggu pertama, topiknya adalah sekolah dan komunitas sekolah, minggku kedua tentang kehidupan sehari-hari di sekolah, minggu ketiga tentang pembelajaran di sekolah dan minggu keempat tentang bacaan.
Sharing dilakukan melalui flipgrid, yaitu aplikasi web untuk merekam dan menampilkan video tanggapan peserta terhadap pertanyaan atau topik. Misalnya dalam minggu pertama, pertanyaan yang diajukan adalah apa nama sekolah, dimana letaknya, berapa jumlah muridnya, bahsa yang digunakan dan seterusnya. Murid menanggapi secar alisan dalam flipgrid. Flipgrid merekam jawaban siswa. Nanti akan ditampilkan pula tanggapan peserta dari sekolah lain. Berikut tampilan flipgrid
Flipgrid
Selain flipgrid, aplikasi lain yang digunakan adalah padlet. Disini siswa menuliskan berbagai hal yang berkaitan dengan topik dalam minggu tersebut. Sub-tema ini pun sudah ditentukan. Misalnya dalam minggu kedua topiknya kehidupan sehari-hari di sekolah ada sub-topik transportasi di padlet. Seperti berikut ini tampilannya:
Padlet
Jadi dalam proyek ini siswa berlatih dan mempraktekkan ketrampilan berbicara dan menulis dalam bahasa Inggris. Saat ini, proyek ini memasuki tahap kedua, yaitu membuat karya seni tentang sekolah dengan menggunakan aplikasi Book creator. Nantinya hasil karya peserta akan dikompilasi dalam sebuah buku digital atau e-book.

Friday, December 12, 2014

Hour of Code




Coming soon...in a few minutes..

Thursday, January 30, 2014

(NOT) Weeding

Kemarin, kami mengeluarkan sebagian besar isi gudang perpustakaan kepada pihak lain. Sebenarnya ini lebih tepat disebut bersih-bersih gudang daripada weeding (penyiangan koleksi), yang merupakan salah satu kegiatan di perpustakaan. Di perpustakaan kami, stock opname biasa dilakukan akhir tahun akademik (bulan Juni). Biasanya kami lakukan setiap tahun, tapi mulai tahun ini menjadi 2 tahun sekali mengingat koleksi sudah semakin banyak. Dari kegiatan weeding, akan ditentukan buku mana yang akan dikeluarkan dari koleksi.

Kriteria dikeluarkannya sebuah bahan pustaka dari koleksi perpustakaan antara lain karena koleksi tersebut:
1. Rusak dan sulit untuk diperbaiki lagi
2. Terlalu banyak eksemplarnya sementara pemanfaatannya kurang
3. Isi sudah tidak sesuai dengan kurikulum (out-of-date), terutama jika itu adalah buku pelajaran
4. Isi tidak sesuai untuk usia pemakai kami (SMP & SMA dan guru).
5. Pemanfaatan sangat rendah atau malah tidak pernah dimanfaatkan (dibaca)
Jadi weeding itu bukan asal mengeluarkan bahan pustaka.

Kami banyak menerima sumbangan bahan pustaka dari berbagai pihak. Biasanya sih diterima saja untuk menambah koleksi perpustakaan, tapi sering waktu kami harus lebih selektif lagi untuk memasukkannya dalam koleksi perpustakaan. Hasil weeding saat stock opname, atau di saat lainnya, kami simpan sementara di gudang. Begitu juga dengan koran, majalah lama dan buku-buku sumbangan. Sebagian buku-buku sumbangan ini masih dalam kondisi mulus, namaun tidak kami masukkan dalam koleksi karena eksemplarnya terlalu banyak. Misalnya buku paket/pelajaran. Ada juga buku sumbangan dari pihak-pihak tertentu yang isinya kurang sesuai untuk pengguna. Akhirnya gudang kami makin penuh isinya.

Kebetulan minggu lalu, atasan kami (Direktur dan wakilnya), melihat isi gudang. Beliau menginstruksi agar buku-buku dan majalah yang masih bisa digunakan segera disumbangkan kepada yang membutuhkan. Sedangkan buku paket lama, akhirnya disepakati untuk dijual kiloannya. Sebenarnya sayang, tapi mau bagimana lagi. Itu buku menggunakan kurikulum 1994. Sudah 20 tahun berlalu! Itupun sebenarnya kami masih simpan dalam koleksi kami dalam jumlah yang wajar. Sebagian sudah pula kami sumbangkan ke beberapa sekolah. Saya bukannya senang menimbun buku-buku dan majalah tersebut, tapi memang tidak berani menjualnya. Mau disumbangkan sudah tidak ada yang berminat lagi. Tapi jika sudah ada instruksi dari atasan, sudah tentu tanpa ragu saya keluarkan. Ternyata setelah ditimbang oleh pengepul beratnya 200 kg. Harga semuanya hanya Rp 150.000 yang artinya Rp 750/kg. Jadi, dari kira-kira 13 dus buku dan majalah, jika dijual dan dibelikan buku baru, mungkin hanyak dapat 2-3 buku saja...

Isi lain yang memenuhi gudang adalah sisa majalah Orbit. Majalah ini adalah majalah pengetahuan untuk anak dan remaja. Isinya bagus. Sayang sekarang sudah tidak terbit lagi. Kami mendapat banyak majalah ini dari owner sekolah. Setelah diambil untuk koleksi sekolah dan di bagikan ke SD-Sd sekitar sekolah kami, masah ada cukup banyak di gudang. Akhirnya saya tawarkan kepada teman-teman melalui Facebook.  Ada 3 orang yang berminat. Sekarang gudang perpustakaan lebih lega/lapang dengan keluarnya buku tersebut. Dan senag rasanya melihat buku dan majalah ini dimanfaatkan oleh orang lain seperti ini:


Ini adalah anak-anak Santri Ulat, yaitu kelompok bermain dan belajar anak-anak pra-TK, TK dan SD yang dikelola seorang ibu, istri guru di sekolah kami. Pesertanya anak-anak guru yang tinggal di kompleks sekolah. Mereka biasanya berkumpul di gazebo di lapangan sekolah selepas Ashar hingga menjelang Maghrib.

Tuesday, September 10, 2013

Silent reading Program

Hari Jum'at tanggal 6 September 2013 merupakan hari pertama pelaksanaan program Silent Reading di Internat Al Kausar. Ini memang bukan bukan program perpustakaan secara khusus melainkan program sekolah pada hari jum'at pagi. Program Jum'at pagi ini ada beberapa jenis yang dilakukan secara berselang-seling setiap minggu. Selain Silent reading, ada sholat Dhuha,dan program lain di pekan ke-lima (jika ada 5 Jum'at dalam satu bulan). Waktu pelaksanaannya adalah pukul 07.00 hingga pukul 08.00, sebelum jam pelajaran lain di kelas dimulai.

Untuk minggu pertama September ini, murid SMP mendapat giliran melaksanakan program Silent Reading. Kelas 7 mendapat giliran pertama untuk membaca di perpustakaan. Sedangkan kelas 8 dan kelas 9 membaca di kelas masing-masing dengan bahan bacaan mereka sendiri atau buku-buku perpustakaan yang dipilihkan oleh Ketua kelasnya masing-masing.

Di perpustakaan, program Silent Reading ini berjalan lancar. Kebetulan cukup banyak murid kelas 7 yang memang suka membaca. Maka mereka pun memilih bacaan yang mereka suka dan membacanya dalam diam. Untuk 15 menit pertama, mereka harus membaca sendiri (benar-benar reading in silence). Setelah itu mereka diperbolehkan membahas bacaannya dengan temannya dengan suara yang tidak terlalu ribut. Dan Kelas 7 melaksanakannya dengan baik. Beberapa murid kemudian meminjam buku yang belum selesai dibacanya.





Murid putra membaca di ruang ex-audio visual. Mereka membaca buku, majalah atau koran.

Murid putri membaca di area baca putri.














Setelah sekitar 30 menit, saya sempatkan memantau pelaksanaan program ini di kelas, yaitu untuk kelas 8 dan 9. Tampak hanya beberapa murid yang memang suka membaca yang masih betah membaca. Yang lainnya ada yang mengobrol dengan temannya atau pergi dari ruang kelas. Tapi secara umum pelaksanaannya cukup baik. Meskipun saat meminjam buku di perpustakaan agak sedikit ribut dan ada salah pengertian, murid-murid mengembalikan buku yang dipinjam sebelum bel jam pelajaran di mulai.

Adanya program membaca tentu saja merupakan hal baru yang saya sambut baik. Apalagi program ini datanya dari pihak sekolah, sehingga lebih terjamin keterlaksanaannya. Berbeda dengan jika program tersebut merupakan program perpustakaan, belum tentu semua mendukung.

Memang tidak semua murid (dan guru) suka membaca. Maka ketika di di menit ke 30  dari program ini murid sudah banyak yang tidak lagi membaca, hal itu dapat dipahami. Namun program ini mungkin akan dapat memunculkan minat baca. Setidaknya murid dipaksa terbiasa membaca. Mudah-mudahan yang semula terpaksa, akan jadi suatu kebiasaan. Tidak salah rasanya melakukan pemaksaan untuk sesuatu kebiasaan yang baik.

Tinggal nanti dicari metode terbaik agar kegiatan ini tidak membosankan, dan mencapai hasil yang diharapkan.